Rabu, 10 Maret 2010

Kiat-kiat menjadi pembicara yang baik

langkah menjadi pembicara yang baik :
1. Singkat.

Bicaralah ‘to the point’. Kuasai permasalahan, kapan berhenti dan apa yang tidak perlu dibicarakan. Bertele-tele merupakan kebiasaan berbicara yang paling jelek. Untuk mengatasinya, langsunglah pada pokok pembicaraan dan tetap pada pokok tersebut. Berbicara nyerocos tak henti-henti, akan mengundang kebosanan dari pihak pendengar .

2. Hindarkan penyakit “aku-diriku”.
Menonjol-nonjolkan diri-sendiri akan mengundang anti-pati dari pihak pendengar

3. Libatkan orang lain secara aktif dalam pembicaraan itu.
Tekniknya sangat sederhana: Ajukan pertanyaan-pertanyaan, sehingga pembicaraan akan semakin berkembang dan menarik.

4. Jangan biarkan pendengar merasa tidak termasuk dalam pembicaraan itu.
Tentu Anda tidak ingin dianggap sepi, maka jangan menganggap sepi orang lain. Sebaliknya, ikutkanlah semua orang. Mata Anda perlu berkomunikasi sementara Anda sedang bicara.

5. Hati-hati untuk tidak melukai perasaan orang lain.
Sikap yang baik bukan datang dari sikap pura-pura atau munafik, tetapi dari sikap simpati. Yakni, turut merasakan apa yang sedang dirasakan orang lain. Caranya, tempatkan diri Anda ke dalam diri orang lain. Hati-hati, bahwa suatu topik tertentu mungkin akan mengundang dampak negatif. Topik-topik seperti politik, agama, kesukuan, kelompok mungkin cocok untuk sepihak namun tidak untuk pihak lain. Hindarkan pembicaraan yang menyerang pribadi seseorang.

6. Hindarkan gosip tentang orang lain.
Membicarakan seseorang di belakangnya, suatu tindakan yang tidak ‘fair’ terhadap yang bersangkutan. Menjelek-jelekkan karakter atau reputasi seseorang merupakan tindakan yang tidak terpuji. Ingat ‘peraturan emas’: “Jangan lakukan terhadap orang lain, apa yang tidak Anda inginkan orang lain lakukan terhadap Anda.

7. Diskusikan jangan berdebat.
Berdebat secara emosi merupakan musuh dari pembicaraan yang enak Orang-orang bijak mengatakan bahwa orang yang pertama berteriak, telah kehilangan argumentasinya. Meskipun menurut orang yang marah tersebut pendapatnya benar, namun sifat menyerangnya akan membuatnya kehilangan argumen sekaligus kehilangan respek dari pihak lain.

8. Perhatikan reaksi pendengar terhadap apa yang sedang Anda bicarakan.
Bagaikan seorang pengemudi, pembicara harus memperhatikan tanda-tanda lalu-lintas. Kapan berhenti dan kapan Anda boleh meneruskannya. Tanda-tanda kebosanan dari pendengar merupakan ‘lampu merah’ bagi Anda, Anda harus berhenti secepatnya. Sebaliknya rasa tertarik dan perhatian mereka, merupakan ‘lampu hijau’ Anda boleh terus, Jika orang tertarik kepada pembicaraan, mereka akan memberi tanda terus, dengan meminta Anda melanjutkannya.

9. Dengar
Minatilah apa yang dibicarakan orang. Mendengar sama pentingnya dengan berbicara. Jika pembicaraan tidak begitu menarik, pikirkan sesuatu yang lain. Jika benak Anda sering menyimpang lari dari pembicaraan, Anda perlu merubah kebiasaan mendengar Anda. Jangan lupa, bahwa pendengar yang tidak baik juga merupakan pembicara yang tidak baik.

10. Jangan menyela orang yang sedang berbicara.
Beri kebebasan orang lain berbicara. Mengajukan pertanyaan yang tidak relevan, membuat komentar yang tidak berhubungan, menghentikan kalimat-kalimat orang lain atau menolongnya untuk lebih memperlancar bicaranya, dapat membuatnya jengkel. Interupsi, hanya perlu jika pembicaraan bertele-tele, pembicaraan yang membuat orang mengantuk atau membicarakan topik menyerang pribadi seseorang. (Berikan kesempatan orang lain berekspresi yah-Xpresikan dirimu-biar aku yang mendengar)
Singkatnya untuk menjadi pembicara yang baik memerlukan keahlian yang besar. Juga memerlukan seni tersendiri yang perlu dipelajari. Dengan mengikuti langkah-langkah di atas, Anda tidak hanya meningkatkan kebiasaan berbicara Anda tetapi juga akan disenangi orang lain. Mereka akan tertarik kepada Anda dimanapun Anda berada.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar