Senin, 22 Maret 2010

Penyakit Hilang Berkat Si Lumba-lumba

Pulau Seribu - Yossi dan Mia begitu lincah berenang di kolam sedalam 1,3 meter. Sesekali keduanya melompat mengikuti intruksi pelatihnya yang ada di pinggir kolam. Mia, lumba-lumba yang berusia 9 tahun itu lebih kecil dan lebih lincah dibandingkan Yossi, yang sudah berumur 18 tahun.

Dua lumba-lumba betina ini merupakan penghuni Pulau Bidadari yang bertugas memberikan terapi kepada anak-anak penderita autis dan rehabilitasi degeneratif (pascastroke). Manajer Klinik Dolphin Endang Sumaryati mengatakan, lumba-lumba memang sejak lama dikenal sebagai hewan yang sudah bersahabat dengan manusia.

Selain ramah dengan manusia, mamalia yang satu ini juga secara alami mengeluarkan gelombang ultrasonar yang berfrekuensi tinggi. Dengan ultrasonar ini, lumba-lumba tahu jika ada gangguan kesehatan pada manusia yang berada di dekat mereka dan berkomunikasi dengan mereka.

Saat berinteraksi dengan manusia di dalam air, lumba-lumba bisa mengirimkan daya akustik sampai 1 kilowatt yang mampu menembus tembok setebal 30 cm. Wajar bila gelombang sonar tersebut mampu menembus jaringan syaraf manusia yang hanya dilapisi tengkorak dan kulit. Gelombang sonar inilah yang kemudian dimanfaatkan untuk menerapi anak autis, down syndrome, gangguan konsentrasi, ataupun gangguan fungsi saraf motorik pascastroke.

"Gelombang sonar yang dikeluarkan lumba-lumba bisa memperbaiki syarat-syaraf yang kaku," jelas Endang.

Saat ini, terapi lumba-lumba di Indonesia hanya ada dua tempat, yakni di Bali dan Pulau Bidadari. Karena lokasinya yang terbatas, banyak yang penasaran dengan keahlian lumba-lumba tersebut. Banyak orang yang ingin membuktikan keampuhan sonar lumba-lumba untuk mengatasi masalah-masalah urat-urat syaraf. Para pasien yang penasaran datang ke Pulau Bidadari. Namun sayang, lumba-lumba di Pulau Bidadari saat ini hanya diperuntukan untuk menerapi anak-anak penderita autis.

"Saya datang ke sini (Pulau Bidadari) karena penasaran ingin mencoba berenang bersama lumba-lumba. Sebab katanya bisa mengatasi stres dan relaksasi," jelas Dwinarto, wisatawan yang datang dari daerah Kemayoran, Jakarta Pusat, kepada detikcom, Minggu (21/2/2010).

Pengakuan serupa juga dikatakan Hartono, warga Pluit, Jakarta Utara. Ia datang bersama istri dan dua anaknya lantaran penasaran ingin berenang bersama lumba-lumba. Tapi karena tidak dibuka untuk umum terpaksa mereka hanya bisa melihat lumba-lumba itu dari pagar kawat yang mengelilingi
kolam tersebut.

Besarnya animo wisatawan untuk berenang dan berelaksasi bersama lumba-lumba diakui Husen Munir, manajer Pulau Bidadari. Menurutnya, selama ini banyak pengunjung yang datang ke pulau selain berwisata menikmati pemandangan pantai juga ingin berenang bersama lumba-lumba. Sayangnya keinginan tersebut belum bisa dipenuhi pengelola. Soalnya, kolam lumba-lumba tersebut ukurannya kurang luas, hanya 13x8 meter. Keberadaan kolam tersebut hanya untuk anak-anak yang mengidap autis.

"Kalau dibuka untuk umum kolam sekecil itu tentu tidak muat. Apalagi kalau yang berenang orang-orang dewasa," pungkas Husen.

Namun Husen berjanji pihaknya akan segera membangun kolam khusus bagi wisatawan yang ingin berenang dengan hewan laut yang cerdas tersebut. Rencananya, kolam lumba-lumba akan dibangun tidak jauh dari kolam terapi dan nantinya pasti lebih luas. Kata Husen, rencananya luas kolam umum itu minimal 20x10 meter.sumber:http://www.detiknews.com/read/2010/03/23/104740/1323382/159/penyakit-hilang-berkat-si-lumba-lumba

Tidak ada komentar:

Posting Komentar