Selasa, 16 Maret 2010

Perkembangan Pasar Modal Syariah

Banyak cara untuk melakukan investasi keuangan yang sesuai dengan syariah Islam. Investasi
tersebut dapat dilakukan pada berbagai kegiatan usaha yang berkaitan aktivitas menghasilkan
suatu produk, asset maupun jasa. Karena itu, salah satu bentuk investasi yang sesuai dengan
syariah Islam adalah membeli Efek Syariah. Efek Syariah tersebut mencakup Saham Syariah,
Obligasi Syariah, Reksadana Syariah, Kontrak Investasi Kolektiv Efek Beragun Asset (KIK
EBA) Syariah, dan surat berharga lainnya yang sesuai dengan prinsip syariah.
Investasi dengan pemilikan Efek Syariah dapat dilakukan di Pasar Modal baik secara langsung
pada saat penawaran perdana, maupun melalui transaksi perdagangan sekunder dibursa. Pasar
Modal menjadi alternatif investasi bagi para investor selain alternatif investasi lainnya seperti:
menabung di bank, membeli emas, asuransi, tanah dan bangunan, dan sebagainya.
Sebagaimana dipahami Pasar Modal merupakan kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran
umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya,
serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek tersebut. Pasar Modal bertindak sebagai
penghubung antara para investor dengan perusahaan ataupun institusi pemerintah melalui
perdagangan instrumen keuangan jangka panjang. Sayangnya selama ini pasar modal menjadi
wadah ekonomi yang paling banyak menjalankan transaksi yang dilarang seperti bunga (riba),
perjudian (gambling/maysir), gharar, penipuan dan lain-lain. Upaya untuk melakukan Islamisasi
pada sektor perputaran modal yang sangat vital bagi perekonomian modern ini semakin gencar.
Islamisasi Pasar Modal
Dilihat dari sisi syariah, pasar modal adalah salah satu sarana atau produk muamalah. Transaksi
didalam pasar modal, menurut prinsip hukum syariah tidak dilarang atau dibolehkan sepanjang
tidak terdapat transaksi yang bertentangan dengan ketentuan yang telah digariskan oleh syariah.
Diantara yang dilarang oleh syariah adalah transaksi yang mengandung bunga dan riba. Larangan
transaksi bunga (riba) sangat jelas, karena itu transaksi dipasar modal yang didalamnya terdapat
bunga (riba) tidak diperkenankan oleh Syari’ah.
Syari’ah juga melarang transaksi yang didalamnya terdapat spekulasi dan mengandung gharar
atau ketidakjelasan yaitu transaksi yang didalamnya dimungkinkan terjadinya penipuan (khida’).
Termasuk dalam pengertian ini: melakukan penawaran palsu (najsy); transaksi atas barang yang
belum dimiliki (short selling/bai’u maalaisa bimamluk); menjual sesuatu yang belum jelas (bai’ul
ma’dum); pembelian untuk penimbunan efek (ihtikar) dan menyebarluaskan informasi yang
menyesatkan atau memakai informasi orang dalam untuk memperoleh keuntungan transaksi yang
dilarang (insider trading).
Dengan adanya berbagai ketentuan dan pandangan syariah seperti diatas, maka investasi tidak
dapat dilakukan terhadap semua produk pasar modal karena diantara produk pasar modal itu
banyak yang bertentangan dengan syari’ah. Oleh karena itu investasi di pasar modal harus
dilakukan dengan selektif dan dengan hati-hati (ihtiyat) supaya tidak masuk kepada produk non
halal. Sehingga hal inilah yang mendorong islamisasi pasar modal.
Terkait dengan upaya pengembangan pasar modal syariah, hingga saat ini terdapat 6 (enam)
Fatwa DSN-MUI yang berkaitan dengan industri pasar modal. Fatwa-fatwa tersebut adalah:
Fatwa No.05 tahun 2000 tentang Jual Beli Saham; No.20 tahun 2000 tentang Pedoman
Pelaksanaan Investasi Untuk Reksa Dana Syariah; No.32 tahun 2002 tentang Obligasi Syariah;
No.33 tahun 2002 tentang Obligasi Syariah Mudharabah; No.40 tahun 2003 tentang Pasar Modal
dan Pedoman Umum Penerapan Prinsip syariah di Bidang Pasar Modal; dan yang terakhir fatwa
No.41 tahun 2004 tentang Obligasi Syariah Ijarah.
Bentuk ideal dari pasar modal syariah dapat dicapai dengan islamisasi empat pilar pasar modal,
yaitu; (a) Emiten (perusahaan) dan efek yang diterbitkannya didorong untuk memenuhi kaidah
syariah, keadilan, kehati-hatian dan transparansi; (b) Pelaku pasar (investor) harus memiliki
pemahaman yang baik tentang ketentuan muamalah, manfaat dan risiko transaksi di pasar modal;
(c) Infrastruktur informasi bursa efek yang jujur, transparan dan tepat waktu yang merata di
publik yang ditunjang oleh mekanisme pasar yang wajar; (d) Pengawasan dan penegakan hukum
oleh otoritas pasar modal dapat diselenggarakan secara adil, efisien, efektif dan ekonomis.
Selain itu prinsip-prinsip Syariah juga akan memberikan penekanan (emphasis) pada: (a)
Kehalalan produk/jasa dari kegiatan usaha, karena menurut prinsip Syariah manusia hanya boleh
memperoleh keuntungan atau penambahan harta dari hal-hal yang halal dan baik; (b) Adanya
kegiatan usaha yang spesifik dengan manfaat yang jelas, sehingga tidak ada keraguan akan hasil
usaha yang akan menjadi obyek dalam perhitungan keuntungan yang diperoleh; (c) Adanya
mekanisme bagi hasil yang adil –baik dalam untung maupun rugi- menurut penyertaan masingmasing
pihak; dan (d) Penekanan pada mekanisme pasar yang wajar dan prinsip kehati-hatian
baik pada emiten maupun investor.
Perkembangan Pasar Modal Syariah.
Dengan diterbitkannya fatwa-fatwa yang berkaitan dengan pasar modal, telah memberikan
dorongan untuk mengembangkan alternatif sumber pembiayaan yang sekaligus menambah
alternatif instrumen investasi halal. Perkembangan pasar modal syariah saat ini ditandai dengan
maraknya perusahaan yang listing di Jakarta Islamic Index (JII), penawaran umum Obligasi
Syariah dan juga Reksadana Syariah.
Kinerja saham syariah yang terdaftar dalam JII mengalami perkembangan yang cukup
mengembirakan. Hal ini terlihat dari kenaikan JII sebesar 38,60% jika dibandingkan dengan akhir
tahun 2003. Kapitalisasi pasar saham syariah yang terdaftar dalam JII juga meningkat signifikan,
yaitu sebesar 46,06% dari Rp.177,78 triliun menjadi Rp.259,66 triliun pada akhir Desember 2004.
Dengan keluarnya fatwa Obligasi Ijarah tahun 2004 telah mendorong sebanyak 7 (tujuh) emiten
mendapat pernyataan efektif dari Bapepam untuk dapat menawarkan Obligasi Syariah Ijarah
dengan total nilai emisi sebesar Rp.642 Miliar. Sehingga sampai dengan akhir 2004 ini, secara
kumulatif terdapat 13 (tiga belas) obligasi syariah dengan total nilai emisi sebesar Rp.1,38 triliun.
Hal ini berarti bahwa jumlah obligasi syariah telah tumbuh sebesar 116,67% dan nilai emisi
obligasi syariah tumbuh sebesar 86,7% jika dibandingkan dengan akhir tahun 2003.
Reksadana syariah juga tumbuh sangat mengesankan, sebelumnya pada tahun 2003 hanya ada 3
(tiga) reksa dana syariah yang efektif, kemudian bertambah secara kumulatif menjadi 10
(sepuluh) reksa dana syariah sampai dengan akhir 2004.
Bapepam juga telah membentuk unit khusus yang membawahi pengembangan kebijakan pasar
modal syariah pada Oktober 2004 yang lalu. Pembentukan unit khusus ini dalam rangka
mengembangkan pasar modal syariah serta melihat tantangan yang semakin besar untuk
mengatur dan mengawasi kegiatan pasar modal syariah yang semakin berkembang.
Meki pasar modal syariah awalnya adalah ironi, karena Equity Fund pertama (the Amana Fund)
didirikan Juni 1986 oleh the North American Islamic Trust dan Dow Jones Islamic Market Index
(DJIM) diluncurkan Februari 1999 oleh Dow Jones Indexes berada di negeri kapitalis AS, tetapi
sekarang ia menjadi keniscayaan dan tanggungjawab kita untuk mengelola dan mengawalnya.
Agar tidak menjadi trojan yang dikendarai kapitalisme global. Wallahu ’alam bi-shawab.

Sumber: http://www.google.co.id/#hl=id&source=hp&q=pasar+modal+syariah&meta=&aq=2&aqi=g10&aql=&oq=pasar+modal&fp=9c053c740acafac3

Tidak ada komentar:

Posting Komentar