Krisis kepemimpinan melanda Direktorat Jenderal Pajak di semua level, mulai dari tingkat direktur jenderal hingga pimpinan unit. Padahal, kepemimpinan yang kuat dan berani dibutuhkan untuk menghadapi wajib pajak yang sulit ditagih, terutama wajib pajak kaya.
Menurut Ketua Komite Pengawas Perpajakan (KPP) Anwar Suprijadi di Jakarta, tidak ada jalan lain untuk mengatasi krisis kepemimpinan itu kecuali mengganti figur yang ada. "Atau ditingkatkan kapasitasnya dengan training," ujar Anwar di Jakarta, Senin (17/5/2010).
Anwar menegaskan, Ditjen Pajak membutuhkan pimpinan yang dapat memberi keteladanan dan keberanian memutuskan. "Risikonya hanya dua, diberhentikan atau dicibir masyarakat. Sikap itu belum ada," kata mantan Dirjen Bea dan Cukai ini.
Dari pengalamannya di Bea dan Cukai, keberanian mutlak diperlukan. "Pengalaman di Bea dan Cukai, banyak orang besar yang saya tabrak, enggak apa-apa juga. Saya proses saja, kok tidak ada yang intervensi. Waktu itu, hanya Tuhan yang menjadi back up (pelindung) saya. Yang penting jangan menjadikan jabatan sebagai comfort zone (zona nyaman)," tuturnya.
Saat menjadi Dirjen Bea dan Cukai, Anwar melakukan penertiban terhadap jajaran Bea dan Cukai. Ia membiarkan petugas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan inspeksi mendadak di Kantor Pelayanan Utama Ditjen Bea dan Cukai Tanjung Priok, Jakarta, 30 Mei 2008.
Dari inspeksi itu, KPK mendapatkan uang tunai Rp 500 juta beredar di Kantor Pelayanan Utama Ditjen Bea dan Cukai Tanjung Priok. Padahal, kantor pelayanan utama tidak mengharuskan adanya setoran tunai dalam prosedur pelayanannya.
Reformasi birokrasi di Ditjen Pajak serta Ditjen Bea dan Cukai berlanjut atau tidak, menurut Anwar, sangat bergantung kepada Menteri Keuangan yang akan menggantikan Sri Mulyani Indrawati. "Di luar itu, tidak ada hambatan yang bisa menghalangi rencana besar reformasi birokrasi di Kementerian Keuangan karena semuanya adalah masalah yang kasatmata," ujarnya.
Belum matang
KPP menilai, Ditjen Bea dan Cukai lebih matang dalam menjalankan reformasi birokrasi dibandingkan dengan Ditjen Pajak. "Ditjen Bea dan Cukai lebih siap melanjutkan reformasinya karena sudah dilakukan hingga ke level pelaksana," kata Anwar.
Selain masih sulit mereformasi jajarannya, Ditjen Pajak juga menghadapi masalah dalam implementasi aturan baru, yang dibuat selama reformasi birokrasi. "Masalah ewuh pakewuh masih ada. Ada aturan, tetapi tidak ditegakkan," kata Anwar terhadap situasi di Ditjen Pajak.
Oleh karena itu, KPP merekomendasikan agar ada mekanisme eksaminasi atau penelitian ulang terhadap hasil pemeriksaan pajak. Hal ini untuk meningkatkan kinerja Ditjen Pajak.
Eksaminasi bisa dilakukan dengan dua cara. "Oleh tim internal Ditjen Pajak atau tim eksternal dari luar Ditjen Pajak, tetapi masih lingkungan Kementerian Keuangan," kata Ketua KPP.
Menkeu Sri Mulyani mengakui, kinerja Ditjen Pajak dalam menghimpun penerimaan pajak masih harus diperhatikan. Alasannya, ada sebagian penerimaan pajak yang hasilnya kurang memuaskan, antara lain sektor primer.
"Sektor primer akan dilihat kinerjanya. Sektor manufaktur, PPN (Pajak Pertambahan Nilai) dan PPh (Pajak Penghasilan)-nya cukup baik. Namun, secara keseluruhan, penerimaan pajak harus diperhatikan dengan serius," ujar Menkeu.
sumber: http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2010/05/18/07541669/Krisis.Kepemimpinan.di.Ditjen.Pajak
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar